Rabu, 08 April 2015

Lihatlah kesempatan yang diberikan Allah pada kita.



Bismillah,
 
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia disebabkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu mahluk yang melatapun akan tetapi Allah menangguhkan (penyiksaan) mereka, sampai waktu yang tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya.” (Q.S Fathir: 45).

Coba mari tanyakan pada diri masing-masing “Ya Rabb, aku telah melanggar-Mu selama bertahun-tahun tapi Kau belum menghukumku.”

Jawabannya adalah: “Wahai hamba-Ku, aku memberikanmu kesempatan untuk BERTAUBAT!”
“Aku memberikanmu kesempatan untuk bertaubat! Jadi bertaubatlah, kenapa kau tunda-tunda?”

“Bertaubatlah, kenapa kau malah menyia-nyiakan kesempatan ini? Kau telah menentangku selama bertahun-tahun. Dan setiap harinya kau melanggar-Ku mungkin sepuluh kali dan Aku tidak menghukummu, apakah kau tidak bangun juga? BANGUNLAH, Aku tidak ingin menghukummu. Aku ingin kau masuk surga, bertaubatlah pada-Ku.” 

Lihatlah kesempatan yang diberikan Allah pada kita. Apa kalian tidak pernah memikirkannya?
“Ya Allah, aku telah melanggar-Mu setiap harinya selama bertahun-tahun dan Kau tidak menghukumku. Kenapa? Karena Allah berfirman “Aku Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Tanyakan diri kita sendiri, kenapa Allah belum menghukum kita atas segala dosa yang kita perbuat, yang melupakan-Nya dan tidak peduli pada-Nya? Kenapa? Karena Allah tidak ingin menghukum kita. 

Allah ingin kita bertaubat pada-Nya dan itulah mengapa Dia memberikan kesempatan kepada kita. 


Minggu, 05 April 2015

Ilmu adalah Pemimpin Amal Perbuatan

Bismillah walhamdulillah,

      Sesungguhnya ilmu adalah pemimpin amal perbuatan dan panglimanya, sedang amal perbuatan ialah pengikutnya dan anak buahnya. Setiap amal perbuatan yang tidak berpedoman kepada ilmu dan tidak mengikuti bimbingan ilmu, tidak berguna bagi pelakunya dan justru membahayakannya seperti dikatakan salah seorang dari generasi salaf, "Barangsiapa menyembah Allah tanpa ilmu, maka apa yang ia rusak lebih banyak dari apa yang ia perbaiki."
     Diterima tidaknya amal perbuatan itu sangat tergantung kepada sesuai tidaknya amal perbuatan tersebut dengan ilmu. Jika amal perbuatan sesuai dengan ilmu, ia terima, dan jika bertentangan dengannya, maka tertolak.

Jadi ilmu adalah barometer dan standar utama. Allah Ta'ala berfirman,

"Yang menjadikan kematian dan kehidupan, supaya Dia menguji kalian, siapa di antara kalian yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun." (Al-Mulk: 2).

     Al-Fudhail bin Iyadh berkata, "Maksud ayat diatas ialah supaya Allah menguji kalian siapa di antara kalian yang paling ikhlas amal perbuatannya dan paling benar. "Orang-orang bertanya, "Wahai Abu Ali, amal perbuatan apa yang paling ikhlas dan paling benar?" Al-Fudhail bin Iyadh berkata, "Jika amal perbuatan itu ikhlas, namun tidak benar, maka tidak diterima. Jika amal perbuatan tersebut benar, namun tidak ikhlas, ia juga tidak diterima hingga ia ikhlas dan benar. Ikhlas, hendaknya karena Allah dan benar hendaknya sesuai dengan Sunnah."

Allah Ta'ala berfirman,

"Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal yang shalih dan janganlah ia mempersekutukan seorang pun dalam beribadat kepada Tuhannya." (Al-Kahfi: 110).

     Itulah amal perbuatan yang diterima Allah dan Allah tidak menerima amal perbuatan kecuali dengan persyaratan harus sesuai dengan Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam dan dimaksudkan untuk mencari keridhaan Allah.

      Orang tidak mungkin mengerjakan suatu amal perbuatan yang menghimpun kedua syarat tersebut kecuali dengan ilmu. Jika ia tidak mengetahui apa yang dibawa Rasul, tidak mungkin ia bisa berjalan menuju Allah. Jika ia tidak kenal Tuhannya tidak mungkin ia bisa memaksudkan amal perbuatannya karena Allah semata. Tanpa ilmu, amal perbuatannya tidak mungkin diterima Allah. Jadi ilmu adalah penunjuk jalan kepada ikhlas, dan penunjuk jalan kepada mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam.

Allah Ta'ala berfirman,

"Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa." (Al-Maidah: 27).

       Penafsiran paling tepat tentang ayat di atas, ialah sesungguhnya Allah hanya menerima orang yang bertakwa dengan amal perbuatannya. Ketakwaannya di dalam alam perbuatannya ialah hendaknya memaksudkan karena-Nya dan sesuai dengan perintah-Nya. Dan hal tersebut tidak mungkin terjadi kecuali dengan ilmu.

       Jika itu posisi dan kedudukan ilmu, dari sini bisa diketahui bahwa ilmu adalah sesuatu yang paling mulia, paling agung, dan paling utama, wallahu a'lam.

Download:
 

Rabu, 01 April 2015

Hikmah Jarangnya Emas dan Perak

Bismillah walhamdulillah,

       Sekarang perhatikan hikmah Allah SWT ketika menjadikan dua logam mulia ini (emas dan perak) jarang! Lihatlah betapa manusia terbaik di dunia tidak berdaya membuat dan meniru ciptaan Allah SWT itu meski mereka begitu ingin dan telah mengeluarkan segala daya upaya. Manusia hanya berhasil membuat imitasinya.

       Andai mereka dapat membuat seperti ciptaan Allah SWT itu, tentu dunia akan rusak. Pasalnya, emas dan perak berlimpah di tengah manusia sampai nilainya sama dengan pelepah kurma dan tembikar. Kalau sudah begitu, fungsi emas dan perak akan lenyap. Jumlah emas dan perak yang terlalu banyak adalah sebab hilangnya fungsi itu, karena keduanya tidak lagi punya nilai, tidak lagi menjadi ukuran nilai harta kekayaan, harga dalam mu'amalat, dan sebagai gaji tentara. 

       Kalau sudah demikian, tentu tak ada orang yang jadi buruh; sebab semua memiliki emas dan perak. Jadi, kalau Allah SWT menjadikan kaya semua makhluk-Nya, tentu Dia akan memiskinkan mereka semua.

        Maha Suci Allah yang telah menjadikan jarangnya emas dan perak itu sebagai sebab teraturnya alam. Tapi, Allah tidak membuatnya sejarangjy yaqut (jenis permata) merah yang tidak dapat dijangkau sehingga maslahatnya hilang total. Allah menaruh emas dan perak di alam sebanyak kadar yang sesuai dengan hikmah dan maslahat hamba-hamba-Nya.

       Saya pernah membaca tulisan tangan al-Fadhil Jibril bin Ruh al-Ambary, "Seseorang yang menggeluti pekerjaan pertambangan memberitahuku bahwa dia dan teman-temannya pergi jauh mencari tambang sampai ke pegunungan. Mereka tiba di suatu tempat, dan di sana terdapat gundukan perak seperti gunung-gunung. Akan tetapi, di hadapan mereka menghadang sebuah lembah cadas yang dialiri air yang deras. Mereka tidak tahu bagaimana cara menyeberanginya. Akhirnya, mereka mencari dan membuat alat untuk menyeberang. Ketika telah siap, mereka kembali dan mencari-cari jalan ke arah sungai tadi. Tapi, mereka tidak menemukan bekas sama sekali. Mereka pun tidak tahu harus mencari ke mana. Akhirnya, mereka kembali dengan putus asa."

        Ini salah satu bukti bahwa ilmu membuat emas adalah omong kosong. Berdasarkan penelitian, ilmu ini tidak lebih dari sekedar pemolesan warna terhadap logam. Kami telah menerangkan tidak benarnya ilmu ini dari empat puluh segi dalam sebuah buku tersendiri.

        Yang ingin kami jelaskan di sini adalah bahwa hikmah Allah SWT menjadikan kedua logam mulia ini lebih jarang dibanding besi, perunggu, timah, dan sebagainya adalah demi maslahat manusia. Bayangkan saja, kalau ada barang buatan manusia yang unik dan disenangi orang, tentu harganya tinggi selama jumlahnya sedikit. Apabila telah tersebar dalam jumlah banyak, dan kalangan khusus maupun awam dapat mendapatkannya, tentu harganya jatuh—mereka tak akan begitu menginginkannya lagi. Dari sini timbul pepatah Arab, "Nilai sesuatu tinggi kalau jumlahnya sedikit."