Jumat, 27 Februari 2015

Termasuk Sabar Apakah Kita...???

Bismillah walhamdulillah,

Allah berfirman tentang kesabaran kaum kafir Quraisy

إِنْ كَادَ لَيُضِلُّنَا عَنْ آلِهَتِنَا لَوْلا أَنْ صَبَرْنَا عَلَيْهَا وَسَوْفَ يَعْلَمُونَ حِينَ يَرَوْنَ الْعَذَابَ مَنْ أَضَلُّ سَبِيلا (٤٢)

    Sesungguhnya hampirlah ia  (yaitu Nabi Muhammad) menyesatkan kita dari sembahan- sembahan kita, seandainya kita tidak sabar (menyembah)nya" dan mereka kelak akan mengetahui di saat mereka melihat azab, siapa yang paling sesat jalanNya. (QS Al-Furqoon : 42)

Ibnu Katsiir berkata :

يَعْنُوْنَ: أَنَّهُ كَادَ يَثْنِيْهِمْ عَنْ عِبَادَةِ أَصْناَمِهِمْ، لَوْلاَ أَنْ صَبَرُوا وَتَجَلَّدُوا وَاسْتَمَرُّوا عَلَى عِبَادَتِهَا

   "Maksud mereka yaitu hampir-hampir saja Muhammad (shallallahu 'alaihi wa sallam) memalingkan mereka dari penyembahan berhala-berhala mereka, akan tetapi kalau bukan karena kesabaran mereka, keteguhan mereka, dan kesinambungan mereka dalam menyembah berhala-berhala mereka" (Tafsiir Ibnu Katsiir 6/113)

   Ayat ini menunjukkan bahwa mereka kaum musyrikin membanggakan kesabaran mereka dalam kesyirikan, karena kesabaran merekalah yang menyelamatkan mereka dari dakwah Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wa sallam. Hampir-hampir mereka terpengaruh dengan dakwah Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, akan tetapi kesabaran merekalah yang telah menyelamatkan mereka. Merekapun membanggakan kesabaran mereka ini !! (Lihat At-Tahriir wa At-Tanwiir 19/33)

   Sungguh pernah ada suatu masa di tanah air kita jika ada seorang di kampung yang sering berjalan dengan bukan muhrimnya maka ia akan menjadi bahan cercaan warga sekampung…, akan tetapi orang tersebut bersabar tetap bersama pasangannya tersebut… dan ia terus bersabar serta tidak memperdulikan cercaan dan makian warga kampung. Ternyata pasangan tersebut telah berhasil dalam kesabarannya…bahkan mulai banyak orang yang mengikuti jejaknya…, bahkan jadilah perzinahan adalah hal yang biasa dan merupakan mode dan trend…, bahkan kondisi menjadi berbalik, justru pasangan yang sah yang menutup aurotnya apalagi bercadar dan bercelana gantung dan jenggotan… justru menjadi bahan cercaan dan celaan, bahkan dituduh dengan tuduhan yang tidak-tidak.

   Demikianlah…para pelaku maksiat dan kesyirikan sabar dalam memperjuangkan kemaksiatan dan keysirikan mereka…lantas apakah para pejuang tauhid…pejuang sunnah…penyeru kepada kebajikan tidak bersabar???

   Bukankah kesabaran para pelaku kemaksiatan dan kesyirikan mengantarkan mereka kepada neraka jahannam…kepada adzab yang pedih…?? Dan bukankah kesabaran para pejuang tauhid dan sunnah mengantarkan mereka kepada surga Allah??, kepada kenikmatan abadi??

Wallahu a'lam...

Selasa, 24 Februari 2015

Mengetahui Bahwa Ada Keburukan Dalam Peristiwa Yang Tampaknya Baik Dan Ada Kebaikan Dalam Peristiwa Yang Tampaknya Buruk

Bismillah walhamdulillah,

      Kita diyakinkan bahwa Allah Yang Mahabijaksana menciptakan setiap peristiwa dalam rangka menyempurnakan sebuah rencana. Dalam hal ini, perlu dicatat bahwa hanya Allahlah yang mengetahui peristiwa-peristiwa yang baik dan yang buruk. Ini disebabkan kebijaksanaan Allah tidaklah terbatas, sedangkan pengetahuan manusia terbatas. Manusia hanya bisa melihat tampilan luar suatu peristiwa dan hanya mampu bersandar pada penglihatan yang terbatas dalam menilainya. Informasi dan pemahaman mereka yang tidak mencukupi-dalam beberapa kasus-dapat membuat mereka tidak menyukai sesuatu, padahal itu baik untuknya, dan mereka bisa saja mencintai sesuatu, padahal itu merupakan sebuah keburukan. Untuk dapat melihat kebaikan itu, seorang mukmin harus menyerahkan rasa percayanya kepada kebijaksanaan Allah yang tak terbatas dan percaya bahwa ada kebaikan dalam segala hal yang terjadi. Allah berfirman,

      "Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (al-Baqarah: 216)
    
    Di sinilah, Allah mengatakan kepada kita bahwa suatu peristiwa yang dianggap baik oleh seseorang dapat mengakibatkan kekecewaan, baik di dunia ini maupun di akhirat. Begitu juga sesuatu yang ingin benar-benar dihindarkan karena diyakini merugikan-mungkin dapat menyebabkan kebahagiaan dan kedamaian baginya. Nilai hakiki peristiwa apa pun adalah pengetahuan mutlak Allah. Segala hal, apakah rupa yang buruk ataukah rupawan, ada sesuai kehendak Allah. Kita hanya menjalani apa yang Allah inginkan untuk kita. Allah mengingatkan kita tentang hal ini,

   "Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang." (Yunus: 107)

     Maka dari itu, apa pun yang kita alami dalam kehidupan ini, apakah itu terlihat baik ataupun buruk, semuanya adalah baik karena hal itu merupakan sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah untuk kita. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, zat yang menetapkan akibat suatu peristiwa bukanlah seorang manusia yang terbatas oleh ruang dan waktu, melainkan Allah, Zat yang tidak dibatasi oleh ruang dan waktu, Yang menciptakan manusia, juga ruang dan waktu. 

Wallahu a'lam,

Rabu, 18 Februari 2015

Aku Berada Di Dunia Cobaan Mengusir Bencana Dengan Bencana Lainnya

Bismillah Walhamdulillah,


        Ungkapan ini amat tepat. Jika Anda perhatikan makan, minum, pakaian, senggama, istirahat, dan hal-hal lain yang lezat, Anda dapati ia menolak sakit yang menjadi lawannya. Bukankah dengan makan Anda menolak rasa sakitnya lapar, dengan minum menolak sakitnya dahaga, dengan pakaian menolak sakitnya panas dan dingin? Demikian seterusnya. Karena itu ada yang berkata, "Lezatnya semua itu bagi kita tidak lebih dari menolak sakit." Adapun kelezatan-kelezatan hakiki punya tempat yang lain, bukan di sini.

Jadi adanya sengsara dan bahagia yang bercampur baur itu merupakan salah satu bukti adanya akhirat, dan bahwa hikmah yang menuntut adanya sengsara dan bahagia itu pulalah yang menuntut adanya dua daar (tempat); yaitu (1) daar yang murni berisi kebahagiaan dan kelezatan, tidak tercampuri oleh kesengsaraan, dan (2) daar yang murni untuk kesengsaraan, tidak tercampuri dengan kelezatan sama sekali. Daar yang pertama adalah surga, sedang yang kedua adalah neraka. Tidakkah Anda lihat bagaimana perkembangan hidupmu yang berisi dengan kenikmatan dan kesengsaraan itu mengandung bukti akan surga dan neraka? Anda melihat pada dirimu sendiri bukti-bukti keberadaannya sampai seakan-akan kamu menyaksikannya dengan mata kepala. Dan, lihatlah bagaimana semua eksistensi alam yang kamu lihat dan kamu rasa menjadi bukti hikmahnya Tuhan dan menjadi saksi kebenaran para rasul atas berita yang mereka bawa berkenaan tentang surga dan neraka.
"Allahlah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit, kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan slang. Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu Menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)." (Q.S Ibrahim: 32-34) 
         Orang yang pikirannya berkelana dalam merenungkan karunia-karunia Allah SWT dan memikirkan hikmah serta sifat-sifat-Nya akan lebih jauh jangkauannya, dan lebih banyak perolehannya daripada mereka yang diam di tempat, tidak beranjak dari daerah kesenangannya dan tabiatnya, yang cukup rela dengan kehidupan manusia-manusia biasa, dan tidak mau seperti mereka. Padahal, barang-barang berharga hanya dapat diraih oleh orang yang mau menempuh beratnya perjalanan yang jauh ke penjuru dunia, sehingga akhirnya dia senang mendapatkan hasil jerih payahnya. Orang-orang seperti ini menganggap ringan apa yang dipandang berat oleh para pemalas, dan cukup enjoy menghadapi apa yang dipandang susah oleh orang-orang bodoh.


Footnote:
[Sumber Referensi : Kitab Kunci Kebahagiaan Bab IV “Belajar Dari Diri Sendiri”, Karya Ibnu Qoyyim al Jauziyah rahimahullah]

Lain Dulu Lain Sekarang


Bismillah walhamdulillah, 


Tak ada seorangpun yang percaya bahwa dia sudah bertobat. Tak ada yang peduli bahwa "dia yang sekarang" sudah berbeda dengan "dia yang dulu". Apapun kebaikan yang dia lakukan tetap saja dipandang hina. Apapun kebajikan yang dia usahakan tak ada yang akan melihatnya sebagai sebuah kebajikan. Masa lalunya sebagai "lelaki bukan baik-baik" sudah terlanjur menjadi pakaian yang sekarang sangat sulit dilepaskan meski sebenarnya si pemilik tubuh sudah ingin melepaskan pakaian itu. Dia takut jadi orang yang kalah dalam menerima ujian Allah.
 

Dia seperti pinsil yang tegak dan lurus. Tapi karena berada di dalam sebuah gelas yang berisi air, maka bayangannya akan selalu terlihat bengkok. Sekeras apapun usaha yang dia lakukan tak ada yang bisa melihatnya lurus. Kecuali jika pinsil itu dipindahkan ke sebuah media yang lain. Media kering yang memperlihatkan keseluruhan tubuh pinsil itu. Mungkin di atas buku tulis. Atau di atas meja. Atau bahkan di atas lantai. Lihat pinsil itu dan lihatlah, apapun posisi yang diberlakukan semua akan setuju bahwa pinsil itu lurus. Tegak, terbalik, tidur, loncat-loncat, diam atau bergerak. Pinsil itu lurus, tidak bengkok.


Alhamdulillah, akhirnya dia pindah ke lingkungan yang jauh berbeda dengan lingkungannya yang lama. Tidak ada yang tahu bagaimana masa lalunya dahulu dan kalaupun tahu tidak ada yang peduli karena yang mereka lihat adalah masa kini. Dia sendiri bisa menikmati kemesraan mencintai Allah dengan lebih bahagia.


Hidayah Allah sungguh bisa datang pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Tapi rasanya, jika hidayah itu sudah datang, maka usaha untuk mempertahankannya adalah usaha yang tidak kenal batas lelah dan hanya berakhir ketika kematian tiba. Jadi, jika hidayah Allah datang dan diberikan, genggamlah dia selalu meski rasanya seperti menggenggam bara, jangan pernah dilepaskan. Perjalanan masih sangat panjang dan akhiratlah tujuan akhir yang ingin kita tuju bersama.


Wallahu a’lam

Sabtu, 14 Februari 2015

KETIKA BERAMAL TANPA ILMU

Sebagai seorang muslim tentu setiap kali mendirikan shalat lima waktu, atau shalat-shalat yang lainnya. Dia selalu meminta ditunjukan shirathul mustaqim. Yaitu jalan lurus yang telah lama dilalui oleh orang-orang yang telah diberi nikmat, dan dijauhkan dari jalan orang-orang maghdhubi `alaihim (orang-orang yang Engkau murkai), juga jalan orang-orang dhallin (orang-orang yang sesat). Dalam tafsiran, dua kelompok diatas disebutkan [1], bahwa orang-orang mahgdhubi ‘alaihim adalah Yahudi, sedangkan orang dhallin adalah Nashara. Berkata Ibnu Katsir rahimahullah,”Dan perbedaan antara dua jalan -yaitu agar dijauhi jalan keduanya-, karena jalan orang yang beriman menggabungkan antara ilmu dan amal. Adalah orang Yahudi kehilangan amal, sedangkan orang Nashrani kehilangan ilmu. Oleh karenanya, orang Yahudi memperoleh kemurkaan dan orang Nashrani memperoleh k..... Continue reading http://almanhaj.or.id/content/3043/slash/0/ketika-beramal-tanpa-ilmu/ Shared from Almanhaj for android http://goo.gl/Krz3Tp

Kamis, 12 Februari 2015

Tujuan Diciptakan Manusia...

Bismillah,

     Seberapa penting kita harus bertanya pada diri kita apa sih tujuan hidup kita? Untuk apa sih kita hidup? Karna jawaban dari pertanyaan inilah yang akan menentukan jalan hidup kita... yang menjawabnya dengan benar akan berada dijalan yang benar dan yang menjawab dengan salah pun berjalan diatas jalan yang salah. Namun sebelum itu sy ingin mengatakan kepada kita semua bahwa semua kita wajib mempertanyakan ini untuk apa sebenarnya saya hidup!
 
    Kita ingin menyadari hal ini untuk kemudian kita bertanya kalo memang ada tujuan, apa tujuan hidup itu? Kalo memang ada maksud penciptaan, apa maksud penciptaan itu? Kalo memang ada sesuatu yang diinginkan Allah swt dari penciptaan manusia dan itu pasti ada, kita saja sebagai mahkluk yang lemah kalo menciptakan sesuatu kita pasti ada maksud dan tujuan dalam menciptakan sesuatu itu. Manusia menciptakan lampu, lalu untuk meneranginya selama 12 jam lebih. Manusia ciptakan kendaraan untuk diantarkan dst. Kalo saja ciptaan manusia yang lemah itu diciptakan tanpa tujuan itu dikatakan aneh dan tdk benar apalagi dunia yang terbentang begitu luas ini, tanpa maksud dan tujuan? Tdk mungkin... 

    Kalo kita melihat kehidupan skr ini kita dapatkan org2 aneh karna mereka tidak tahu untuk apa mereka hidup! Ada yang kerjaannya manjat gunung hidupnya untuk manjat gunung saja, ada yang kerjaannya untuk balapan hidupnya untuk balapan. Ada yg kerjaannya untuk tendang bola hidupnya untuk tendang bola... rasanya terlalu mahal kaki ini hidup hanya untuk nendang bola. Ada yang kerjaannya Cuma cari harta saja seolah2 hidupnya hanya untuk mengumpul harta dan ini Allah ta’ala cela dalam Q.S Al Humazah 1. Kecelakaanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela 2. yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitung*. 
[*] Maksudnya mengumpulkan dan menghitung-hitung harta yang karenanya dia menjadi kikir dan tidak mau menafkahkannya di jalan Allah.

     Dan bukan tidak ada org hidup hanya sekedar untuk itu karna dia tidak tau lagi hidup untuk apa. Ada yang hidupnya untuk mengejar popularitas seolah2 dia diciptakan Allah swt untuk itu tidak ada maksud dan tujuan lain. Dan semua ini karna tidak terjawab jawaban yang sangat penting ini “Untuk Apa Kita Hidup” “Untuk Apa Allah Ciptakan Kita”. Jadi menurut saya, mudah2an menurut kita semua seperti itu juga “ini pertanyaan penting sekali”. Letakkan selalu di depan pelupuk mata kita pertanyaan besar ini “Untuk Apa Kita Hidup”. Allah tidak biarkan kita menjawab sendiri karna kalo manusia dibiarkan menjawab sendiri jawabannya pasti beraneka ragam karna manusia bervariasi dalam pendidikan, pengalaman hidup, dalam lingkungan mempengaruhi, usia, kecerdasan mempengaruhi cara berpendapat dan menganalisa. 

    Allah tidak biarkan manusia untuk menjawab masing2, Allah terangkan sejelas2nya dalam Alquran dan melalui Rasulullah saw. Kita disuruh baca, pelajari, ikuti. Allah swt berfirman dalam Alquran untuk menjawab pertanyaan penting tadi. Didalam Q.S Ad Dzariat ayat 56. "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku"  SINGKAT, JELAS, PADAT... 

Wallahu a'lam,


Semoga bermanfaat terutama untuk diri pribadi...


Senin, 09 Februari 2015

Nasehat Imam Asy-Syafi'i

Beliau rahimahullah berkata dalam kitab Diwan Al-Imam Asy-Syafi’i,

Aku melihat pemilik ilmu hidupnya mulia walau ia dilahirkan dari orangtua terhina.
Ia terus menerus menerus terangkat hingga pada derajat tinggi dan mulia.
Umat manusia mengikutinya dalam setiap keadaan laksana pengembala kambing ke sana sini diikuti hewan piaraan.
Jikalau tanpa ilmu umat manusia tidak akan merasa bahagia dan tidak mengenal halal dan haram.
Diantara keutamaan ilmu kepada penuntutnya adalah semua umat manusia dijadikan sebagai pelayannya.
Wajib menjaga ilmu laksana orang menjaga harga diri dan kehormatannya.
Siapa yang mengemban ilmu kemudian ia titipkan kepada orang yang bukan ahlinya karena kebodohannya maka ia akan mendzoliminya.
Wahai saudaraku, ilmu tidak akan diraih kecuali dengan enam syarat dan akan aku ceritakan perinciannya dibawah ini:
Cerdik, perhatian tinggi, sungguh-sungguh, bekal, dengan bimbingan guru dan panjangnya masa.
Setiap ilmu selain Al-Qur’an melalaikan diri kecuali ilmu hadits dan fikih dalam beragama.
Ilmu adalah yang berdasarkan riwayat dan sanad maka selain itu hanya was-was setan.
Bersabarlah terhadap kerasnya sikap seorang guru.
Sesungguhnya gagalnya mempelajari ilmu karena memusuhinya.
Barangsiapa belum merasakan pahitnya belajar walau sebentar,
Ia akan merasakan hinanya kebodohan sepanjang hidupnya.
Dan barangsiapa ketinggalan belajar di masa mudanya,
Maka bertakbirlah untuknya empat kali karena kematiannya.
Demi Allah hakekat seorang pemuda adalah dengan ilmu dan takwa.
Bila keduanya tidak ada maka tidak ada anggapan baginya.
Ilmu adalah tanaman kebanggaan maka hendaklah Anda bangga dengannya. Dan berhati-hatilah bila kebanggaan itu terlewatkan darimu.
Ketahuilah ilmu tidak akan didapat oleh orang yang pikirannya tercurah pada makanan dan pakaian.
Pengagum ilmu akan selalu berusaha baik dalam keadaan telanjang dan berpakaian.
Jadikanlah bagi dirimu bagian yang cukup dan tinggalkan nikmatnya tidur
Mungkin suatu hari kamu hadir di suatu majelis menjadi tokoh besar di tempat majelsi itu.
***
Disadur dari kitab Kaifa Turabbi Waladan Shalihan (Terj. Begini Seharusnya Mendidik Anak), Al-Maghrbi bin As-Said Al-Maghribi, Darul Haq.