Minggu, 21 Februari 2016

"MAAF"

Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam tak cukup hanya membuka perutnya untuk meminta maaf kepada sahabat yang ditekan perutnya, tapi beliau juga berdoa: "Ya Allah, siapapun yang pernah aku caci, jadikanlah sebagai ampunan."

Umar radhiyallahu 'anhu di atas mimbar meminta maaf telah memecat Khalid bin Walid radhiyallahu 'anhu.

Sebelum itu, saudara-saudara Yusuf  meminta maaf, "Wahai ayah kami! Mohonkanlah ampunan untuk kami atas dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang bersalah (berdosa)." Q.S Yusuf : 97

Meminta maaf adalah peradaban dunia.


Kaisar Jepang, Nixon, Clinton semuanya pernah meminta maaf kepada rakyatnya.

Juga di jalan-jalan tertulis: "Maaf mengganggu kenyamanan/perjalanan anda

Indah, permohonan maaf itu! Buruk, ketika anda cederai luka yang belum sembuh dan anda ulangi kesalahan yang sama.

Bertahun-tahun saya ketahui bahwa meminta maaf tidak menjatuhkan wibawa.

Permohonan maaf terindah adalah pada posisi kuat.

Anda meminta maaf pada anak anda, pasangan anda, murid anda, pekerja anda, rakyat anda. Anda memohon untuk dimaafkan.

Tapi ada kursi-kursi yang angkuh dan tidak mau meminta maaf

Hujan datang dan menghanyutkan nyawa yang tak berdaya

Sementara orang yang duduk di kursi tanggung jawab tidak mempunyai keberanian untuk mengakui.

Kita mengingat kembali musibah dan mimpi buruk pada tahun-tahun yang lain

Pelakunya menghilang sementara rakyat harus menanggung kesalahan tanpa syarat.

Maafkan, Ya Rabb atas perbuatan yang aku sembunyikan dari hamba-hamba Mu dan aku lupa pandangan Mu yang tak mungkin bisa ditutupi apapun di sisi Mu

Maafkan, Ayah usiaku kini belum sampai pada kesempurnaan yang kau inginkan dariku

Maafkan, Ibu penantianmu di balik pintu untuk kepulanganku dan seringkali aku datang terlambat pada kebahagiaanmu.

Maafkan, anakku kamu tumbuh besar tiba-tiba, sementara aku jauh darimu

Maafkan, istriku yang menunggu kalimat indah, tetapi tertidur sebelum mendapatkannya

Maafkan, orang yang hanya aku beri lambaian! Maaf karena jalannya tertutupi mobilku, kini aku sadar lambaian tak cukup

Maafkan, guruku yang mengajariku huruf pertama, kemudian aku telah besar dan belum mengucapkan : terima kasih.

Juga untuk yang lain, yang menemuiku dengan penuh semangan dan harapan, tapi aku sambut dengan raut wajah berlinang

Untuk teman yang tak bisa kubantu, untuk perkataan yang tak kusaring dan perbuatan tanpa fokus