Bismillah
Walhamdulillah,
Ungkapan ini amat tepat. Jika Anda perhatikan makan, minum,
pakaian, senggama, istirahat, dan hal-hal lain yang lezat, Anda dapati ia
menolak sakit yang menjadi lawannya. Bukankah dengan makan Anda menolak rasa
sakitnya lapar, dengan minum menolak sakitnya dahaga, dengan pakaian menolak
sakitnya panas dan dingin? Demikian seterusnya. Karena itu ada yang berkata,
"Lezatnya semua itu bagi kita tidak lebih dari menolak sakit." Adapun
kelezatan-kelezatan hakiki punya tempat yang lain, bukan di sini.
Jadi adanya sengsara dan bahagia yang bercampur baur
itu merupakan salah satu bukti adanya akhirat, dan bahwa hikmah yang menuntut
adanya sengsara dan bahagia itu pulalah yang menuntut adanya dua daar (tempat);
yaitu (1) daar yang murni berisi kebahagiaan dan kelezatan, tidak
tercampuri oleh kesengsaraan, dan (2) daar yang murni untuk
kesengsaraan, tidak tercampuri dengan kelezatan sama sekali. Daar yang
pertama adalah surga, sedang yang kedua adalah neraka. Tidakkah Anda lihat
bagaimana perkembangan hidupmu yang berisi dengan kenikmatan dan kesengsaraan
itu mengandung bukti akan surga dan neraka? Anda melihat pada dirimu sendiri
bukti-bukti keberadaannya sampai seakan-akan kamu menyaksikannya dengan mata
kepala. Dan, lihatlah bagaimana semua eksistensi alam yang kamu lihat dan kamu
rasa menjadi bukti hikmahnya Tuhan dan menjadi saksi kebenaran para rasul atas
berita yang mereka bawa berkenaan tentang surga dan neraka.
"Allahlah yang
telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit,
kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi
rezeki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu
berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu
sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang
terus-menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan
slang. Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu
mohonkan kepadanya. Dan jika kamu Menghitung nikmat Allah, tidaklah kamu dapat
menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari
(nikmat Allah)." (Q.S Ibrahim: 32-34)
Orang yang
pikirannya berkelana dalam merenungkan karunia-karunia Allah SWT dan memikirkan
hikmah serta sifat-sifat-Nya akan lebih jauh jangkauannya, dan lebih banyak
perolehannya daripada mereka yang diam di tempat, tidak beranjak dari daerah
kesenangannya dan tabiatnya, yang cukup rela dengan kehidupan manusia-manusia
biasa, dan tidak mau seperti mereka. Padahal, barang-barang berharga hanya
dapat diraih oleh orang yang mau menempuh beratnya perjalanan yang jauh ke
penjuru dunia, sehingga akhirnya dia senang mendapatkan hasil jerih payahnya.
Orang-orang seperti ini menganggap ringan apa yang dipandang berat oleh para
pemalas, dan cukup enjoy menghadapi apa yang dipandang susah oleh
orang-orang bodoh.
Footnote:
[Sumber Referensi : Kitab Kunci Kebahagiaan Bab IV “Belajar Dari
Diri Sendiri”, Karya Ibnu Qoyyim al Jauziyah rahimahullah]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar